Jiwa yang hilang tetap dalam ingatan
Hai pembaca setia Mazani Huto, jangan lupa terus baca artikel dan cerita menarik, tentunya berbeda dari yang lain hanya disini. Berikan juga saran dan kritikan di kolom komentar agar saya tetap termotivasi untuk terus memberikan yang terbaik bagi masyarakat luas. Kali ini berbeda dengan artkel sebelumya saya ingin berbagi kisah nyata mengenai kehidupan , yaitu tentang pamanku.
Ia sudah puluhan tahun, bahkan mungkin lebih dari duapuluh tahun di Jakarta. Pamanku pulang kampung ke Cirebon hanya ketika dua hari raya saja dan hanya bercerita seperlunya. Ia bekerja di toko jamu herbal di Jakarta Timur milik seorang wanita keturunan Cina. Dan kisah paling memilukan adalah akhir-akhir ini, ketka pertengahan bulan November 2016, pamanku tiba-tiba saja pulang, tanpa memberitahu apapun dulu kepada kami yang ada di Cirebon. Ia langsung telentang di kamar nenekku dan yang begitu menyedihkan, tubuhnya kini lebih kurus dari sebelumnya. Pamanku berkata ia punya penyakit lambung sudah kronis dan sekitar seminggu di Jakarta dirawat namun tak ada perkembangan. Kami, nenekku, ibuku juga bibi-bibiku menangis mendengar ia naik bus kesini sendirian, untungnya tidak pingsan di jalan. Dan dimulailah kisah pamanku selanjutnya di kampung halamannya yang membuat kami merasa miris.
Menurut ibuku, lebih baik ia berobat ke puskesmas, pamanku menurut saja dan ia meminum obat dari sana. Namun tetap tak ada efeknya malah semakin parah dan ketika aku memijatnya selama seminggu itu, badannya terasa panas tapi telapak kakinya sedingin es. Percobaan non-medis pun dilakukan, katanya ada yang berbuat iseng pada pamanku tapi keadaannya tak kunjung membaik malah ia tak mau makan. Pamanku ke rumah sakit selama tiga hari karena memang kami tak punya cukup uang sementara pamanku juga minim dana. Kami sekeluarga terus mengupayakan hingga menjual emas milik nenekku, atau menjuall pohon. Setelah dari rumah sakit, dan sama seperti sebelumnya, keadaanya begitu menyedihkan. Kami sudah mengerahkan segala kemampuan hanya mukjizat Allah yang mampu memberi kesembuhan pada pamanku.
Pamanku merintih kesakitan setiap malam dan membuat kami sekeluarga begitu sedih melihat keadaannya. Dan pada malam ketika aku sudah menerima rapor pada pagi itu, pamanku terus melemah keadaannya. Kami mengaji dan sakaratul maut menghampiri. Aku sedang mengaji di kamar itu, ayahku ada disana lalu napas yang semula nyaring itu tak terdengar. Bibi-bibiku menghampiri sambil mengucap syahadat dan aku melihat pamanku sudah tak bernapas, jiwanya telah tiada. Hampir yang ada disana menangis, aku tetap terdiam dan merasa seperti tubuh ini menjadi kaku. Kini tak ada lagi penantian ketika menunggu pamanku pulang dari Jakarta, tak ada lagi. Hanya Allah yang menentukan takdir setiap manusia, kita hanya bisa menunggu kapan kita dipanggil oleh-Nya.
Kisah ini mungkin sering terjadi disekeliling kita namun dengan cara yang tak terduga. Saya tidak bermaksud menggurui kerena memang saya sendiri masih seorang siswa. Saya hanya berharap kita semua menghadap ke sang pencipta dalam keadaan yang sebaik-baiknya. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar